Jakarta - Kemudahan proses bisnis katalog elektronik dengan tujuan menarik lebih banyak pelaku usaha kecil dan mikro untuk berpartisipasi dalam pengadaan barang/jasa pemerintah, menjadi celah yang dimanfaatkan para pelaku usaha ‘nakal’ untuk melanggar aturan dan syarat yang berlaku sebagaimana tercantum dalam peraturan Kepala LKPP Nomor 122 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Katalog Elektronik.
Untuk itu, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah atau LKPP bersinergi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengidentifikasi empat anomali proses belanja melalui Katalog Elektronik. Adapun anomali tersebut di antaranya, pertama yaitu ketika pembelian barang dilakukan pada vendor yang sama secara terus menerus. Kedua, ketika barang yang dibeli mengalami kenaikan harga tiba-tiba, tapi setelah dibeli harga barang kembali turun. Ketiga kecepatan transaksi pertama dari sejak produk tayang di Katalog Elektronik. Keempat adalah kecepatan status penyelesaian suatu transaksi yang kurang dari 60 menit.
Melihat praktik tersebut LKPP tidak tinggal diam, LKPP bekerja sama dengan Govtech Procurement membangun aplikasi fitur pengawasan e-Audit yang nantinya dapat diakses oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) untuk melakukan pengawasan belanja pemerintah melalui katalog elektronik. Fitur tersebut resmi diluncurkan bertepatan dalam giat Rakornas Pencegahan Korupsi dalam Pengadaan Barang/Jasa pada Rabu (6/3) di Gedung Juang KPK RI.
Kepala LKPP Hendrar Prihadi mengatakan bahwa dengan fitur pengawasan katalog elektronik, diharapkan APIP dapat terbantu untuk lebih cepat mengidentifikasi adanya potensi penyimpangan proses pengadaan melalui Dashboard yang akan menampilkan rincian transaksi e-Purchasing.
“Mereka (pelaku usaha dan pelaku pengadaan) bisa melakukan tindakan diluar aturan dan kebijakan yang ditetapkan, namun perlu diingat bahwa LKPP bersama para APIP mengawasi segala bentuk tindakan yang dilakukan oleh para penyedia katalog elektronik,” kata Hendi.
Melalui lkpp.bigbox.co.id, dashboard ini adalah bentuk respon LKPP sehingga seluruh proses PBJ dapat diketahui publik. Dengan transparansi mudah-mudahan bisa diketahui dan dapat ditelusuri jika ada indikasi yang tidak beres. Mari mengawal bersama implementasi e-Audit, maka pelaksanaan PBJ akan menjadi lebih baik dan uang negara bisa kita jaga bersama.
Plt. Deputi Bidang Transformasi Pengadaan Digital LKPP Patria Susantosa dalam kesempatannya mengatakan bahwa katalog elektronik merupakan marketplace pemerintah yang dapat mempercepat proses dan transparan. Namun, ini tidak dapat menjadi penjamin tidak terjadinya tindak pidana korupsi.
“Sebagus-bagusnya suatu sistem apabila pelakuknya bersekongkol maka sistem tersebut akan jebol juga. Oleh karena itu, APIP dapat mengakses dan melakukan pengawasan pada proses PBJ, APIP dapat membaca apakah ada ketidakwajaran, penyimpangan, atau tidak dalam proses pbj,” kata Patria.
Sejalan dengan hal tersebut, CEO GovTech Procurement Rahmat Danu Andika mengatakan bahwa aplikasi yang dikembangkan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan perhatian dari para pelaku pengadaan termasuk pelaku usaha, bahwa proses transaksi yang dilakukan seluruhnya diawasi oleh banyak pihak.
“Fitur ini dibangun untuk bisa memberikan lebih banyak insight kepada APIP atas data-data pengadaan yang saat ini kian melonjak. Seperti layaknya CCTV atau kamera pengawas, diharapkan semua yang terlibat di pengadaan barang dan jasa pemerintah semakin menyadari bahwa sistem pengawasan sudah semakin baik, demi tercapainya pengadaan pemerintah yang transparan dan bebas korupsi,” ujar Andika.
Dengan dilakukannya monitoring dan evaluasi proses pengadaan barang/jasa melalui fitur e-Audit, fraud atau kecurangan yang dapat berujung sebagai tindak pidana korupsi dapat dicegah sehingga proses pengadaan barang/jasa pemerintah yang lebih efektif, efisien, transparan dan bebas korupsi akan terwujud. Selain itu, LKPP menekankan pentingnya menjadi pelaku pengadaan yang jujur dan berintegritas untuk bersama mewujudkan pengadaan yang beretika.