Depok – Pengadaan barang/jasa menjadi salah satu sektor yang memiliki risiko tinggi munculnya berbagai permasalahan tahapan atau proses di pemerintahan. Fakta ini mendorong Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) untuk mempertajam tata kelola pengadaan barang/jasa (PBJ) dengan implementasi sistem clearing house pengadaan, sebagai upaya untuk meningkatkan penyelesaian masalah proses pengadaan barang/jasa pemerintah.
Sekretaris Utama LKPP Iwan Herniwan mengungkapkan perlunya strategi dalam meminimalisir persoalan yang timbul dari PBJ, salah satunya dengan mendorong seluruh Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah (K/L/PD) untuk membentuk sekretariat clearing house.
“Walaupun kita semua berharap permasalahan tersebut tidak timbul, tapi penting clearing house dibentuk dengan tujuan menyelesaikan permasalahan secara mandiri dengan atau tanpa melibatkan K/L/PD lain, seperti LKPP, BPKP, BPK, dan Kejaksaan,” ungkap Iwan saat memberikan sambutan dalam giat Rapat Koordinasi Percepatan Implementasi Clearing House Pengadaan pada Senin (22/07) di Ballroom The Margo Hotel.
Iwan menyayangkan bahwa saat ini hanya ada sekitar 69 K/L yang telah memiliki sekretariat clearing house dari 88 K/L di Indonesia, dan masih banyak K/L yang belum memanfaatkan sistem clearing house.
Turut hadir Deputi Hukum dan Penyelesaian Sanggah LKPP Setya Budi Arijanta dalam pembukaannya menuturkan bahwa saat ini Indonesia sedang darurat korupsi, karena urutan kedua persoalan tindak pidana korupsi adalah berasal dari permasalahan PBJ, sedangkan urutan pertama adalah kasus suap yang masih beririsan dengan PBJ yakni pemenangan proyek-proyek yang sedang diajukan.
“Indonesia sedang tidak baik-baik saja, korupsi pertama dan kedua adalah pengadaan barang/jasa. Kenapa saya sampaikan pertama juga pengadaan barang/jasa, karena “suap” ini berasal dari proyek-proyek. Saya berharap forum clearing house dapat menjadi pencegahan terjadinya korupsi,” tutur Setya.
Diketahui saat ini, dari 88 K/L baru sekitar 57 K/L yang telah memiliki Surat Keputusan (SK) clearing house, dan 12 K/L yang sudah mengimplementasikan clearing house, di antaranya BSSN, Kemenkumham, KemPU/PR, Kemenlu, Kemenhub, Kemenpora, Kemenkeu, Kemenaker, Kementerian Kelautan dan Perikanan, LKPP, BPOM, dan ANRI. Hal ini menjadi salah satu urgensi bahwa pentingnya percepatan dan pemerataan implementasi sistem clearing house di seluruh K/L.
Hadir sebagai peserta Kepala Bagian Pengadaan Barang/Jasa Setjen Kemenkumham RI Hestu Purwestri Kusumaningtyas menyampaikan, bahwa dengan adanya giat ini dapat memberikan ruang untuk kemajuan sistem PBJ, khususnya penyelarasan pandangan, kompetensi dan tata kelola.
Giat yang dihadiri oleh perwakilan sekretariat clearing house K/L ini diisi dengan dua sesi, yakni, pertama, Focus Group Discussion yang terbagi menjadi enam kelompok dengan jumlah peserta kelompok diacak sesuai dengan pengambilan nomor peserta dan sesi kedua diskusi panel seluruh peserta dengan menghadirkan pakar yang yang ahli dibidangnya.
LKPP terus berkomitmen untuk terus melakukan pembaruan dan peningkatan sistem guna menghadapi tantangan yang terus berkembang dalam dunia teknologi dan tata kelola pemerintahan. Peran serta aktif dari semua pihak, termasuk K/L/PD, diharapkan dapat mendukung keberhasilan implementasi sistem clearing house pengadaan, sehingga langkah ini dapat mendorong Indonesia untuk memperkuat fondasi sistem pengadaan barang/jasa yang lebih baik. (Des)