Jakarta – Untuk menjamin kesejahteraan masyarakat desa, Pemerintah mengalokasikan anggaran untuk pengadaan barang/jasa di desa-desa di seluruh Indonesia. Agar belanja yang bersumber dari anggaran tersebut dapat dirasakan manfaatnya oleh setiap lapisan masyarakat, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) menyusun tata kelola proses pengadaan barang/jasa di desa (PBJ di Desa) agar berkembang ke arah yang lebih baik.
Upaya yang dilakukan oleh LKPP untuk menciptakan tata kelola PBJ yang baik di Desa adalah dengan menerapkan pengukuran kematangan PBJ di Desa. Deputi Bidang Pengembangan Strategi dan Kebijakan LKPP, Sarah Sadiqa menuturkan bahwa penyusunan tingkat kematangan itu merupakan langkah strategis pemerintah untuk secara bersama menguatkan proses PBJ di Desa.
“Desa ini semakin kuat, tanpa bermaksud untuk merepotkan dan membuat aturan semakin ribet (melalui penilaian kematangan), namun kami ingin memberikan keamanan dan kenyamanan kepada masyarakat desa melalui regulasi dan peraturan yang tepat dalam melaksanakan proses pengadaan di desa,” ujar Sarah saat memimpin giat Kickoff Meeting Pengukuran Kematangan Pengadaan Barang/Jasa di Desa pada Senin (8/7) di Jakarta.
Senada dengan Sarah, Direktur Pengembangan Strategi dan Kebijakan Pengadaan Khusus LKPP Shahandra Hanitiyo mengungkapkan bahwa pengukuran kematangan setidaknya akan berjalan selama lima tahun sampai dengan 2029. Pengukuran kematangan itu juga merupakan salah satu program Prioritas Nasional LKPP.
“Saat ini, kami telah menentukan 10 desa piloting yang telah melalui proses pemilihan yang tidak singkat. Tentunya kami telah mempertimbangkan keterwakilan wilayah, melakukan identifikasi yang digunakan sebagai dasar penentuan, dan konfirmasi ke pemerintah daerah setempat. Dari hal itu dapat lebih meyakinkan kami, bahwa 10 desa terpilih sebagai percontohan akan didukung penuh oleh Kementerian terkait dan utamanya Pemerintah Daerah setempat,” ujar Shahandra.
Shahandra menjelaskan bahwa teori kematangan yang akan digunakan oleh LKPP adalah metode Capabbility Maturity Model (CMM) dengan 5 level kematangan, yaitu dari level initial, repeatable, defined, manage dan optimize. Level kematangan itu diadaptasi dari metode kematangan UKPBJ dengan penyesuaian-penyesuaian terhadap kondisi yang mempengaruhinya.
Pada tahun 2024 dana yang dialokasikan untuk 75.265 desa mencapai Rp71 Triliun atau sebesar Rp943,3 Juta untuk masing-masing desa. Adapun prioritas penggunaan dana tersebut adalah untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat desa, peningkatan kualitas hidup manusia, dan penanggulangan kemiskinan.
Menurut Shahandra, hal terpenting dalam PBJ di Desa adalah partisipasi masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya. Partisipasi tersebut bisa dalam bentuk gotong royong dan proses swakelola lainnya. Jika sudah tidak dapat dipenuhi oleh masyarakat maka perangkat desa dapat melakukan pengadaan melalui penyedia.
Plh. Direktur Pembinaan Peran Serta Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Rino Haruno yangbturut hadir dalam acara itu mengatakan bahwa untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi, KPK bersama Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan telah membangun Program Desa Antikorupsi sejak tahun 2021. Program itu bertujuan untuk mengedukasi para perangkat desa agar dapat memanfaatkan alokasi dana desa dengan efektif, efisien, dan akuntabel.
“Sejak dibangunnya program Desa Antikirupsi, saat ini telah ada 33 desa yang menjadi desa percontohan, dan kami menargetkan penambahan di tahun 2024 ini,” ujar Rino.
Untuk menentukan desa percontohan, KPK telah melakukan observasi terutama terhadap proses PBJ di Desa. Hasil dari observasi tersebut salah satunya adalah tidak semua pemerintah daerah yang memiliki peraturan PBJ di Desa. Untuk itu ia mendorong LKPP untuk memastikan bahwa seluruh pemerintah daerah telah menyusun regulasi tentang PBJ di Desa.
Giat kick off meeting yang diselenggarakan secara hybrid ini juga turut dihadiri oleh 10 perangkat desa piloting penilaian kematangan PBJ di Desa yang tersebar di seluruh Indonesia, adapaun 10 perangkat desa tersebut berasal dari Provinsi Bangka Belitung, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi Kalimantan Timur, Provinsi Sulawesi Selatan, Provinsi Sulawesi Utara, Provinsi Maluku Utara. (ang)