Implementasi Pengadaan Berkelanjutan Tiga Negara Asean Berbagi Pengalaman
22 Oktober 2024 Pukul 21:04
|
Riz

Selangor - Dalam sesi panel bertajuk “Scaling SPP on Subnational Level and in the Private Sector” pada  Conference on ASEAN SCP Policies and Practices yang berlangsung Selasa (22/10) di Selangor, Direktur Pengembangan Iklim Usaha dan Kerja Sama Internasional LKPP Dwi Wahyuni Kartianingsih memaparkan langkah-langkah yang diambil Indonesia untuk mengimplementasikan Sustainable Public Procurement (SPP) atau Pengadaan Berkelanjutan. 

Pada sesi tersebut, Dwi memaparkan strategi Indonesia dalam menerapkan Pengadaan Berkelanjutan. Dengan lebih dari 17.000 pulau dan 38 provinsi, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam pengimplementasian kebijakan ini. Untuk itu pendekatan yang saat ini diambil adalah top-down dengan empat pilar utama: pembentukan kerangka regulasi, penguatan kelembagaan, peningkatan kapasitas pelaksana, dan pengembangan sistem e-procurement. Dwi juga menekankan bahwa komitmen para pemimpin daerah sangat penting untuk mendorong perubahan positif dalam pengadaan berkelanjutan.

Saat ini, Indonesia juga sedang menjalankan program percontohan Green Public Procurement (GPP) di lima provinsi yaitu Kepulauan Riau, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, dan Jawa Timur. “Dengan memilih lima provinsi sebagai lokasi percontohan, menunjukkan komitmen terhadap keberlanjutan dan mempersiapkan mereka untuk memenuhi standar yang lebih tinggi dalam pengadaan berkelanjutan,” terang Dwi.


Dalam sesi yang sama, Malik dari MGTC Malaysia menjelaskan bagaimana pemerintah Malaysia telah menetapkan kebijakan nasional untuk Pengadaan Berkelanjutan sebagai bagian dari inisiatif hijau. Melalui rencana lima tahunan, Malaysia menargetkan 30% dari produk yang dibeli pemerintah harus berasal dari produk hijau (green product). Produk hijau merupakan produk yang diproduksi dengan memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan, sehingga dapat mengurangi kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan produksi. Malik juga menyoroti tantangan yang dihadapi oleh pemerintah daerah dalam menerapkan kebijakan ini, termasuk kurangnya regulasi yang jelas dan pemahaman tentang produk yang masuk dalam kategori pengadaan berkelanjutan. 

Pada kesempatan yang sama, Supaporn Treehirun dari Thailand membahas peran Electricity Generating Authority of Thailand (EGAT) dalam pengadaan berkelanjutan. EGAT telah mengambil langkah-langkah untuk mengintegrasikan keberlanjutan ke dalam proses pengadaan mereka. Tiga kunci utama yang telah dilakukan yaitu Vision terkait kebijakan dan motivasi, Awareness melalui komunikasi dan partisipasi, serta Support dari organisasi terkait dalam mengimplementasikan pengadaan berkelanjutan dan tantangan yang mereka hadapi, termasuk harmonisasi antara perencanaan nasional dan lokal.

Sebagai penutup, Dwi menegaskan ketersediaan produk hijau dan kesiapan pasar untuk memenuhi permintaan pengadaan pemerintah juga harus terus didorong. Salah satunya melalui kolaborasi antara pemimpin daerah dan pemangku kepentingan, untuk pengadaan yang lebih ramah lingkungan. Meskipun tantangan masih ada, Dwi percaya bahwa melalui komitmen dan strategi yang tepat, masa depan yang lebih lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan dapat terwujud. (riz)