Bogor – Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Pengadaan Barang dan Jasa Publik memegang peranan penting dalam penyempurnaan tata kelola pengadaan barang dan jasa di Indonesia. RPP ini bertujuan untuk memberikan pedoman yang lebih jelas dan terperinci dalam pelaksanaan Rancangan Undang- Undang tentang Pengadaan Barang dan Jasa Publik yang ditetapkan sebagai salah satu Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2025 melalui Surat Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 11/DPR RI/II/2022-2023 tanggal 15 Desember 2022 tentang Program Legislasi Nasional Rancangan Undang-Undang Prioritas Tahun 2025.
Sebagai salah satu bentuk penguatan kelembagaan serta optimalisasi perencanaan regulasi yang baik, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) gelar giat Rapat Penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Pengadaan Barang dan Jasa Publik pada 25-26 November 2024 yang dihadiri oleh sejumlah pejabat tinggi madya dan pratama LKPP.
Dalam sambutannya, Plh. Kepala LKPP Iwan Herniwan mengungkapkan beberapa poin penting terkait peraturan pemerintah yang sedang disusun mengenai pengadaan barang dan jasa publik. Menurut Iwan, peraturan ini merupakan amanat dari Undang-Undang Pengadaan Barang dan Jasa Publik, dan bertujuan untuk memperkuat sistem pengadaan di Indonesia dengan menekankan prinsip-prinsip transparansi, digitalisasi proses pengadaan, keberpihakan kepada pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), dan pemberlakuan sanksi tegas dan adil dalam RPP.
“RPP ini menegaskan pentingnya tata kelola yang baik dengan mengutamakan keterbukaan informasi dan partisipasi masyarakat dalam pengawasan. Itulah yang saya sebut prinsip-prinsip pengadaan yang transparansi, sehingga publik akan mengetahui kinerja pengadaan barang/jasa,” jelas Iwan.
Iwan juga menyebutkan bahwa dalam penyusunan regulasi setidaknya ada tantangan yang mempengaruhi regulasi di antaranya politisi dan administratif, transaksional, dan informasional. “Inilah yang menjadi tantangan yang perlu kita hadapi dan bagaimana menyusun regulasi yang baik,” tuturnya.
Turut hadir memberikan sambutan, Deputi Bidang Pengambangan Strategi dan Kebijakan Sarah Sadiqa menyampaikan bahwa penyusunan RPP ini merupakan aksi nyata dalam menyiapkan regulasi secara rinci terkait Undang-Undang Pengadaan Barang dan Jasa Publik.
“Meskipun masih berproses RUU PBJP, tentunya kita tidak ingin berdiam diri, kita ingin menyiapkan segala sesuatunya. Jadi ketika RUU PBJP dibahas dan disahkan dalam tempo satu tahun, ketentuan teknis lainnya pun sudah harus selesai dibahas dan ditandatangani untuk diimplementasikan,” terang Sarah.
Dalam rapat tersebut, dibahas berbagai aspek teknis, termasuk transformasi digital pengadaan, penyelesaian sengketa pengadaan, peran serta masyarakat dalam pengawasan, serta pengaturan lebih lanjut mengenai kebijakan pengadaan yang melibatkan UMKM dan sektor lokal. Para peserta juga memberikan masukan terkait peraturan yang dapat mendukung terciptanya persaingan yang sehat dalam pengadaan barang dan jasa publik.
Melalui proses penyusunan RPP ini dapat menghasilkan peraturan yang komprehensif, implementatif, dan memberikan manfaat bagi seluruh pihak terkait, mulai dari pemerintah, penyedia barang dan jasa, hingga masyarakat sebagai pengguna layanan publik. RPP yang dihasilkan nantinya diharapkan dapat segera disahkan oleh Presiden dan menjadi landasan hukum yang mengatur lebih lanjut pelaksanaan pengadaan barang dan jasa di seluruh lapisan pemerintahan. (Des)