Jakarta - Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah atau LKPP terus berupaya menciptakan sistem pengadaan berbasis elektronik yang lebih advance, sistematis, dan terintegrasi dengan tujuan untuk menciptakan transparansi dan keterbukaan dalam pengadaan barang/jasa. Melalui sistem pengadaan digital (katalog elektronik), harga yang ada di pasar dapat dengan mudah diperoleh dan dicek kapan saja, sehingga dapat membantu kita sebagai pengelola pengadaan dalam merumuskan metodologi apa yang tepat sesuai dengan kondisi pasar.
Deputi Bidang Pengembangan Strategi dan Kebijakan LKPP Sarah Sadiqa menyampaikan melalui forum Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengadaan 2023, digitalisasi pengadaan adalah upaya pemerintah untuk mendorong peningkatan penggunaan Produk Dalam Negeri (PDN), dan Usaha Mikro, Kecil, dan Koperasi (UMKK) dalam belanja pemerintah.
“(dengan pengadaan secara elektronik) kita memastikan (adanya) transparansi dan efisiensi belanja, serta mempercepat realisasi pengadaan barang/jasa. Tujuannya adalah mewujudkan ekonomi yang inklusif,” kata Sarah dalam Talkshow Rakornas Pengadaan 2023 pada pada Rabu (8/11).
Lebih lanjut, Sarah mengungkapkan hal tersebut dapat terwujud apabila regulasi dan sistem Sumber Daya Manusianya (SDM) diperbaiki sehingga mampu menggunakan berbagai macam tools baru dan mampu mengolah data. Sejalan dengan itu, LKPP saat ini tengah menyusun Rancangan Undang-Undang Pengadaan Barang/Jasa Publik (RUU PBJ Publik) untuk mendorong belanja pemerintah menggunakan lebih banyak PDN dan UMKK.
“Jika dahulu kita berbicara Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) solah-olah hanya ditujukan untuk APBN/APBD saja, maka saat ini dengan RUU PBJ Publik, kita banyak sekali mengubah (digitalisasi pengadaan), proses pengadaan dapat dilakukan dengan cara yang cepat dan nyaman, tetapi bisa merefleksikan apa yang terjadi di dalam pangsa pasar saat ini. RUU ini scoopnya lebih luas dibandingkan Peraturan Presiden. Pada prinsipnya kita dorong dalam setiap belanjanya memprioritaskan PDN,” imbuh Sarah.
Senada dengan itu, Akademisi Universitas Gunadarma I Made Wiryana menjelaskan jika berbicara transformasi digital itu bukan hanya hal yang manual menjadi elektronik. Namun, mengubah cara kerja kita. Karena menggunakan teknologi digital tentunya tetap dengan menerapkan prinsip-prinsip pengadaan barang/jasa yang taat aturan, mengedepankan keberlanjutan, bersifat kolaboratif, dan agile.
Sejalan dengan Made Wiryana, Ketua Ikatan Ahli Pengadaan Indonesia (IAPI) Sonny Sumarsono mengatakan saat ini dunia usaha sedang mengalami disrupsi yang sangat besar, khususnya di bidang transformasi digital. Oleh karena itu dibutuhkan peran pemerintah dalam mempersiapkan pengadaan barang/jasa agar tidak sekadar efektif dan efisien dikarenakan tuntutan lain dari pengadaan jauh lebih daripada itu.
“LKPP saat ini terus bertransformasi untuk membuat tatanan pengadaan barang/jasa yang tepat. Jika berbicara tentang transformasi, maka akan berbicara people, process, technology dan policy yang tepat. Karena pengadaan semakin strategis maka harus memunculkan strategi yang paling pas,” tutur Sonny.
Selain itu, Sonny juga mengungkapkan pentingnya berkolaborasi membangun talenta digital pengadaan yang kuat. Karena saat ini data menjadi senjata utama untuk pertumbuhan ekonomi, mendukung kebutuhan PBJP yang berkelanjutan, dan penguatan strategi melalui inovasi digital. “Dengan digitalisasi, kita bisa mengendalikan fraud filter sehingga praktik tipikor dapat dihindari,” tutup Sonny. (nit)