Manokwari — Pengelolaan anggaran pengadaan barang/jasa pemerintah (PBJP) di Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah (K/L/PD) sejatinya tidak cukup hanya mematuhi prosedur administratif semata, namun harus disertai dengan integritas seluruh pelaku pengadaan. Hal tersebut sesuai yang diungkapkan oleh Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Hendrar Prihadi (Hendi) dalam Rapat Koordinasi Regional PBJ se-Tanah Papua Tahun 2025 yang digelar di Manokwari, Papua Barat pada Rabu (25/6).
Hendi mengungkapkan bahwa integritas merupakan hal penting dalam mencegah dan memberantas kebocoran penggunaan anggaran PBJP. “Sering kali yang menyebabkan kebocoran bukan sistemnya, tapi gaya hidup kita sendiri. Maka mari dijaga integritas agar anggaran PBJP yang dibelajakan dapat dirasakan manfaatnya oleh seluruh masyarakat,” ujar Hendi.
Senada dengan hal tersebut, Sekretaris Daerah Provinsi Papua Barat Ali Baham Temongmere, juga menekankan pentingnya menjaga integritas dan kesederhanaan dalam mengelola belanja publik. Dalam sambutannya, ia menyampaikan bahwa gaya hidup yang berlebihan kerap menjadi pemicu persoalan anggaran.
“Yang bikin bocor itu biasanya karena biaya kelakuannya mahal. Jadi jangan sampai kita silau dengan anggaran besar. Uang negara itu aman, asal kelakuan hidup kita tetap sederhana,” ujar Ali Baham.
Dalam giat yang dihadiri oleh seluruh pelaku pengadaan yang berada di Tanah Papua ini Hendi juga mengingatkan mereka untuk selalu mendorong partisipasi pelaku usaha lokal, khususnya pelaku usaha Orang Asi Papua (OAP). Adapun dorongan tersebut sesuai dengan arah pembangunan nasional melalui program Asta Cita Presiden Prabowo Subianto dan selaras dengan amanat Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2019 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah untuk Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.
Pada kesempatan yang sama, Hendi mengapresiasi capaian kinerja tata kelola pengadaan di Provinsi Papua yang mencatat tingkat realisasi belanja lokal tertinggi di wilayah se-Tanah Papua, yaitu dengan 82,8% transaksi katalog elektronik dilakukan kepada penyedia lokal di tanah Papua. Capaian tersebut kemudian diikuti oleh Provinsi Papua Barat Daya dan Provinsi Papua Barat dengan serapan transaksi katalog elektronik yang menggunakan produk dari penyedia lokal berturut-turut sebesar 41,8% dan 23,5%.
“Ini bukti bahwa Provinsi Papua sudah memberi contoh dalam pengadaan yang berpihak pada potensi lokal, dan menjadi pendorong bagi provinsi lain di Tanah Papua,” ungkapnya.
Dalam rapat koordinasi daerah (Rakorda) tersebut turut disampaikan tentang kebijakan pelaksanaan e-purchasing dalam Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2025 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, pengembangan fitur-fitur baru pada Katalog Elektronik versi 6, termasuk metode negosiasi harga, mini kompetisi, dan strategi konsolidasi pengadaan serta vitur e-Audit.
Rakorda yang dilaksanakan selama 2 hari ini juga turut membahas inovasi PBJP yang dibangun oleh LKPP lainnya yaitu Konsolidasi, Probity Advise dan Clearing House. Inovasi-inovasi tersebut dibangun untuk memitigasi risiko dan penanganan permasalahan hukum pada PBJP demi mewujudkan pengadaan yang berkualitas di Indonesia.
Pada akhir kesempatannya, Hendi menyampaikan rasa terima kasihnya karena tingginya antusias dari para peserta. Ia berharap antusias tersebut merupakan cerminan semangat daerah untuk mendorong perbaikan tata kelola pengadaan, memperkuat kolaborasi lintas sektor, dan sinergi menghadapi tantangan pembangunan yang lebih bersih, akuntabel, dan berdampak. (mos)