LKPP Gelar FGD Identifikasi Potensi Korupsi dalam PBJP
01 Agustus 2024 Pukul 14:50
|
tya

Bandung – Berdasarkan Data penanganan korupsi yang diterbitkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sektor Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (PBJP) merupakan penyumbang tindak pidana korupsi terbesar kedua di Indonesia. Dalam data tersebut tercata bahwa sepanjang tahun 2004 sampai 2023 jumlah tindak pidana korupsi dengan jenis perkara PBJP terjadi sebanyak 339 kasus. Tingginya data kasus korupsi tersebut menggambarkan bahwa perlunya menggiatkan kembali upaya pencegahan korupsi khususnya disektor PBJP.

Untuk itu, dalam rangka mengurangi risiko korupsi dalam lingkup PBJP, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) berkolaborasi dengan Kemitraan menggelar Focus Group Discussion (FGD) Identifikasi Indikator Potensi Risiko Korupsi pada Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah pada Rabu (31/7) di Bandung. Dihadiri beberapa akademisi, pakar dan juga praktisi, giat ini diselenggarakan guna menyusun indeks potensi risiko korupsi dalam rangka mewujudkan efektivitas penanganan kasus korupsi dalam PBJP.

Deputi Bidang Hukum dan Penyelesaian Sanggah Setya Budi Arijanta menyampaikan bahwa maraknya kasus korupsi di sektor PBJP sangat memprihatinkan. Korupsi dalam sektor ini tidak hanya merugikan negara secara finansial, tetapi juga menghambat pembangunan, merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah, dan mengurangi efektivitas penyediaan layanan publik.

“Kita perlu menetapkan strategi yang jitu, extraordinary dan berdampak, untuk mengurangi kasus korupsi dalam PBJP di Indonesia, cita-cita saya adalah ingin pengadaan keluar dari 10 besar penyebab korupsi terbesar”, tegas Setya.

Setya juga mendorong keterlibatan masyarakat sipil dalam melakukan pengawasan tindak pidana korupsi sebagai bentuk peningkatan transparansi. Lebih lanjut, Setya menghimbau berbagai lembaga-lembaga anti korupsi untuk membangkitkan kembali fungsi pencegahan korupsi karena lemahnya pengawasan, kurangnya transparansi, dan kurangnya akuntabilitas dalam proses pengadaan menjadi faktor-faktor penyebab terjadinya korupsi di bidang PBJP.

LKPP dan beberapa instansi terkait telah berupaya memperbaiki sistem pengadaan dengan menerapkan e-procurement, meningkatkan transparansi, dan memperkuat mekanisme pengawasan. Implementasi e-procurement membuat proses pengadaan dapat dipantau secara online, sehingga mengurangi peluang terjadinya penyimpangan. Kendati demikian, hambatan masih tetap ada, oleh karenanya dibutuhkan upaya bersama dari berbagai pihak untuk menciptakan sistem pengadaan yang lebih bersih dan efisien.

Dengan melibatkan perwakilan dari LKPP, Akademisi, Mitra Pembangunan, IPW, KPK, APINDO, ICW, ASA Indonesia, dan Dinas Perumahan dan Pemukiman Jawa Barat, FGD ini diharapkan dapat menghasilkan strategi yang benar-benar mampu mencegah potensi korupsi yang lebih besar. (tya)